Lima Anggota Polres Sibolga Disidangkan Propam Terkait KM Cahaya Budi Makmur

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnline.id, SIBOLGA – Lima Anggota Polres Sibolga, Polda Sumatera Utara (Sumut) menjalani sidang Pelanggran Kode Etik Profesi Polri di Propam Polda Sumut, Senin (21/10/2024).

Adapun anggota yang disidangkan itu masing-masing, Kompol Dodi Nainggolan, AIPDA Marwanto, IPDA Rajo Hamongan, IPTU Elo Marbun, dan Guntur. Yang tidak ikut terperiksa yang termasuk dalam laporan pengaduan Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) adalah AKBP Taryono Raharaja, S.I.K selaku Kaolres Sibolga, dan IPTU Kasdi, SH selaku Kasat Polairud Polres Sobolga.

Kelima anggota Polres Sibolga yang menjalani sidang kode etik itu adalah anggota Satpolair dan anggota Satreskrim Polres Sibolga yang masuk sebagai TIM penyidik kasus BBM Solar Subsidi atas tertangkapnya Kapal Kolecting KM Cahaya Budi Makmur 1122 (CBM) GT.299, oleh Satpolairud Polres Sibolga, di Pulau Pokan, Perairan Sibolga, Minggu, 18 September 2022.

Direktur Hubungan Antar Kelembagaan (DIRHUBAG) Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI), Thomson Gultom yang juga diperiksa sebagai saksi pelapor dalam persidangan etik itu mengatakan, bahwa dia melaporkan penyidik itu ke Propam Polri karena ada dua orang saksi masing-masing ( saksi Budi dan saksi Widiyanto ) yang dipanggil secara resmi melalui surat panggilan, dan diperiksa penyidik gabungan polairud dan Satreskrim Polres Sibolga namun KETERANGAN kedua saksi yang dipanggil dan yang diperiksa tersebut tidak masuk dalam berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) enam tersangka ABK KM Cahaya Budi Makmur masing-masing a.n 1. Sutrisno, 2. Theng Huat, 3. Kusbianto alias Anto, 4. Anwar Junaedy Naibaho, dan 5. Kasmali alias Slamet, yang dilimpahkan penyidik ke Penuntut Umum (PU) Kejaksaan Negeri Sibolga.

“Saksi Budi adalah pemilik KM Cahaya Budi Makmur 1122 dan saksi Widiyanto adalah pemilik Kapal Ikan KM Slamat Jadi II yang menitipkan 48 ton BBM Solar untuk diangkut KM Cahaya Budi Makmur untuk untuk diangkut dan akan diserahkan kepada KM Slamat Jadi II di Tengah laut, dengan kesepakatan biaya ongkos angkut 1000/liter. Jadi nilai ongkos 48 ton BBM Solar itu sebesar Rp.48 juta. Dan uang Rp.48 juta itu ditransfer Widiyanto melalui Tersangka Sutrisno kepada rekening pribadi Saksi Budi,” ujar Thomson Gultom mengungkapkan keterlibatan Saksi Budi dalam transaksi BBM Solar illegal tersebut.

Dan sesuai dengan keterangan 6 tersangka, tambah Thomson bahwa ABK KM Cahaya Budi Makmur mengambil (memuat) BBM Solar sebanyak dua kali dari Tangkahan (Tempat Penampung Minyak) PT. RUSTAM, dua kali mengambil 30, 30 ton, adalah atas perintah Saksi Budi dan demikian juga mengambil (memuat) BBM Solar 48 ton milik Widiyanto dari Tangkahan PT. ASSA adalah atas perintah Saksi Budi.

“Jika dicermati dari kronologi kejadian pengambilan BBM Solar tersebut diatas, seharusnya yang menjadi tersangka uatama dalam kasus ini adalah Saksi Budi itu. Dan kalau pun juga ada upaya penyidik untuk mentersangkakan ABK KM Cahaya Budi Makmur itu, harus dilihat juga dari sisi mananya ABK itu terlibat dan dijadikan tersangka? Apakah dalam hal mengerjakan atau memasukkan/memuat BBM Solar dari Tangkahan PT. RUSTAM sebagnyak dua kali maupun memuat BBM Solar dari Tangkahan PT. ASSA, ke KM Cahaya Budi Makmur, ada nilai tambah ekonomi para ABK itu? Atau apakah para ABK itu diuntungkan, kalau diuntungkan, ia, dimungkinkan pasal penyertaan atau Pasal 55 KUHP. Namun dalam perkara ini penyidik melepaskan Saksi Budi dan mejadikan 6 ABK KM Cahaya Budi Makmur masing-masing Theng Huat, 3. Kusbianto alias Anto, 4. Anwar Junaedy Naibaho, dan 5. Kasmali alias Slamet sebagai TUMBAL,” pungkas DIRHUBAG MSPI itu.

Seperti diketahui yang terungkap dipersidangan, bahwa para ABK KM Cahaya Budi Makmur itu mengatakan tidak mendapatkan nilai tambah untuk penghasilan mereka dari pekerjaan memuat BBM Solar dan mengangkut BBM Solar itu, melainkan bahwa ABK hanya hanya akan mendapatkan upah/ABK 70 ribu sebagai ABK biasa, 100 ribu rupiah untuk ABK KKM dan 120 Ribu untuk sebagai Tekong atau nahkoda. Kalau pun ada mereka (ABK) mendapatkan bonus adalah dari hasil pengangkutan ikan yang mencapai target atau melebihi target penghasilan tangkapan ikan. Kalau tangkapan ikan tidak sesuai target maka bonus tidak akan ada.

Sementara dalam sidang kode etik Polri itu menurut Thomson ada yang masih kurang dimana IPTU … selaku Kasat Polair Polres Sibolga tidak ikut sebagai terperiksa dalam sidang pelanggaran kode etik profesi polri itu, padahal IPTU…selain sebagai Kasat Polair yang melakukan penangkapan, Dia juga selaku penyidik bersama AIPDA Marwanto dan Tim penyidik.

Menurut Thomson Gultom, seharusnya salahsatu yang paling bertanggungjawab pada proses penangkapan Kapal Kolecting KM Cahaya Budi Makmur adalah IPTU Kasdi. Hal itu diperkuat pernyataan Dodi Nainggolan di persidangan.

“Seharusnya Saudara IPTU Kasdi ada disini!” ujar DIRHUBAG MSPI itu menirukan pernyataan Kompol Dodi Nainggolan dipersidangan.

“Saya melihat Dodi Nainggolan dalam kondisi kesal karena IPTU Kasdi tidak ikut sebagai terperiksa pada sidang etik itu. Bahkan beliau juga menyebut-nyebut nama AKBP Taryono Raharja (Kapolres Sibolga)” ujar DIRHUBAG MSPI itu.

Selain itu, AKBP Tariyono (Kapolres Sibolga) juga tidak ikut terperiksa dalam sidang etik tersebut. “Dalam kasus BBM Solar ilegal ini harus melibatkana ahli, jadi setiap proses pembengkasan pimpinan tertinggi di Polres Sibolga harus terlibat dan bahkan sampai ke Polda juga bisa koordinasi,” ungkap Thomson.

Lebih jauh Thomson mengungkapkan hasil persidangan seolah ada komplik antara penyidik dalam penetapan tersangka. “Silang pendapat dalam gelar perkara hal yang biasa asalkan tidak terlalu prisipil, karena bisa saja penyidik melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Namun yang prinsip adalah dalam hal berita acara pemeriksaan (BAP) saksi harus masuk dalam berkas perkara. Persoalan yang sangat prinsip itu, iaitu BAP yang tidak dimasukkan dalam berkas perkara 6 tersangka yang dilimpahkan ke Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sibolga,” ungkap DIRHUBAG MSPI Thomson Gultom itu.

Yang paling nyeleneh pernyataan Kompol Dodi Nainggolan adalah mengenai bahwa BAP saksi Budi sudah ada tetapi BAP itu terlambat diserahkan karena berkas perkara sudah keburu dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke pengadilan.

“Ada sesuatu yang perlu dicermati dan digali dari proses pemberkasan 6 tersangka Kapal KM Cahaya Budi Makmur. Bahwa Kuasa Hukum Tersangka Tjeng Huat (tekong alias nakhoda ), Advokat Iqbal Nasution, SH berdebat keras dengan penyidik dan meminta supaya kliennya (Tjeng Huat) dilepaskan dari segala tuntutan hukum dalam kasus BBM illegal tersebut, dan menjadikan Budi sebagai yang bertanggungjawab,” ungkap DIRHUBAG MSPI itu.

Lebih jauh Thomson menerangkan bahwa sesungguhnya Tjeng Huat hanya dimintai tolong oleh pemilik Kapal KM Cahaya Budi Makmur (Budi) untuk menakhodai KM Cahaya Budi Makmur satu TRIP itu, karena saat itu tidak ada nakhoda KM Cahaya Budi Makmur. Adapun pertimbangan Tersangka Tjeng Huat menyetujui menjadi Nakhoda KM Cahaya Budi Makmur saat itu adalah karena KM Cahaya Budi Makmur akan menjemput mayat adeknya yang tenggelam Bersama Kapal Kolecting milik Saksi Budi, sebelumnya di perbatasan Perairan Sibolga.

“Saudara Tjeng Huat dapat apesnya! Dia itu sebenarnya sudah dipensiunkan oleh anak-anaknya melaut karena sudah tua. Ini menurut pernyataan menantunya Tjeng Huat yang juga hadir saat Majelis Hakim membacaan Putusan lepasnya dan menantu Tjeng Huat itu pun langsung menjemput mertuanya (Tjeng Huat) dari Lapas Sibolga malam itu. Jadi profesi Tjeng Huat bukanlah lagi sebagai pelaut karena sudah pensiun. Adapun kepentingannya saat itu menjadi Nakhoda KM Cahaya Budi Makmur adalah dalam rangka menjemput mayat adeknya yang tenggelam Bersama kapal kolecting milik saksi Budi yang sudah ditemukan tim SAR di Sibolga,” ujar Thomson Gultom mengunkapkan pernyataan Advokat Iqbal Nasution, SH usai Hakim membacakan Putusan lepas kepada kelima ABK KM Cahaya Budi Makmur, Februari 2023, silam, di Pengadilan Negeri Sibolga. (GT/RMP)

Share.

About Author

Leave A Reply