E-Katalog Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi, Karpet Merah Untuk KKN

Pinterest LinkedIn Tumblr +

Oleh : Ketua Jaringan Pemerhati Kebijakan Publik dan Pembangunan, Juara Simanjuntak.

Pemilihan penyedia (tender) pengadaan barang/jasa pemerintah dengan metode Pascakualifikasi khususnya untuk pengadaan Jasa Konstruksi yang selama ini telah mengalami banyak penyempurnaan, sepertinya akan ditinggalkan. Pemerintah Daerah ramai- ramai mengalihkan pengadaan penyedia jasa konstruksi ke sistem e-purchasing atau e-katalog.

Diterbitkannya Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 09 Tahun 2021 tentang Toko Daring Dan Katalog Elektronik Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia (LKPP) Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik seolah menjadi ‘perintah’ bagi Pemerintah Daerah untuk mengalihkan pemilihan penyedia jasa konstruksi dari metode Pascakualifikasi ke e-katalog.

Penerapan e-katalog untuk pengadaan barang/jasa, oleh LKPP sendiri disebut-sebut telah secara signifikan meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan percepatan penyerapan anggaran. Namun, pengalihan Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi dari metode Pascakualifikasi ke sistem e-katalog hanya karena alasan peningkatan penggunaan produk dalam negeri maupun untuk percepatan penyerapan anggaran, adalah kebijakan yang keliru. Sebab, pemilihan penyedia jasa konstruksi dengan metode Pascakualifikasi pun telah mengharuskan pencantuman Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam produk/barang yang ditawarkan oleh penyedia jasa konstruksi.

Penerapan e-katalog untuk pemilihan penyedia jasa konstruksi bukanlah suatu kemajuan. E-katalog untuk pemilihan penyedia jasa konstruksi justru merupakan langkah mundur dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Langkah itu mencerminkan bahwa seluruh tindakan yang (dulu) disebut sebagai perbaikan dan penyempurnaan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) menjadi sia – sia. LKPP sebagai lembaga pembuat kebijakan dan penyempurnaan sistem pengadaan barang/jasa Pemerintah, menganulir sendiri kebijakan dan penyempurnaan yang dibuatnya, jika memerintahkan pemilihan penyedia jasa konstruksi harus melalui e-katalog.

Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) yang oleh Pemerintah dibentuk di setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan LKPP Nomor 10 Tahun 2021, menjadi tidak efektif. Sebab, beberapa Kelompok Kerja (Pokja) yang ada di UKPBJ tidak lagi berfungsi maksimal.

Pekerjaan Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan secara otomatis akan berkurang bahkan menjadi hilang. Sebab, pemilihan penyedia jasa konstruksi yang selama ini mendominasi pekerjaan UKPBJ dan dilakukan oleh sejumlah Kelompok Kerja (Pokja), hanya akan ditangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pejabat Pengadaan (PP) pada e-katalog.

Karpet Merah Untuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi dengan e-katalog yang hanya ditangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pengadaan, akan membuka lebar – lebar celah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kekuasaan absolut yang ada di tangan PPK/PP dan transaksi yang end to end akan menjadi peluang besar bagi PPK/PP untuk menentukan penyedia sesuai keinginannya atau keinginan pejabat diatasnya. PPK/PP akan cenderung memilih penyedia yang bersedia “memberikan fee” besar.

Pemenuhan kewajiban dan persyaratan penyedia jasa konstruksi sebagaimana pada pemilihan penyedia melalui metode Pascakualifikasi terabaikan dalam e-katalog. Sebab dalam pendaftaran Katalog Elektronik yang diatur dalam Lampiran I, Keputusan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik, hanya 6 (enam) Persyaratan Pencantuman Barang/Jasa dalam Katalog Elektronik yaitu (1) Syarat dan ketentuan Penyedia Katalog Elektronik, (2) Izin Usaha, (3) Pajak, (4) Akte Pendirian, (5) Status Daftar Hitam, dan (6) Struktur Pembentuk Harga (apabila diperlukan).

Pemilihan penyedia jasa konstruksi melalui e-katalog juga merupakan pengingkaran terhadap transparansi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan e-katalog, proses pemilihan penyedia jasa konstruksi tidak lagi terbuka ke publik, bahkan ke penyedia jasa konstruksi secara luas.

Negosiasi dan transaksi yang dilakukan secara end to end antara PPK/PP dengan penyedia tertentu tidak dapat diketahui oleh siapapun. Pemilihan penyedia oleh PPK/PP menjadi tertutup. Bahkan pintu informasi bagi masyarakat untuk sekadar melihat dan mengetahui perusahaan apa mengerjakan apa pun tertutup rapat.

Ketertutupan pemilihan penyedia jasa konstruksi melalui e-katalog juga mengunci rapat – rapat ruang persaingan usaha. Meskipun telah memiliki Katalog
Elektronik dan melakukan pendaftaran, penyedia Jasa Konstruksi hanya berharap ‘didatangi’⁰ dan mendapat pesanan dari PPK/PP. Penyedia tidak lagi aktif berburu pekerjaan dengan melakukan penawaran sebagaimana pada pengadaan dengan metode Pascakualifikasi. Dalam situasi ini, besar kemungkinan para penyedia jasa konstruksi yang telah memiliki Katalog Elektronik akan menitipkan nama perusahaannya ke PPK/PP agar mendapatkan pesanan.

Menjadi sesuatu yang aneh juga jika dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 9 Tahun 2021 disebutkan bahwa peraturan itu dibuat agar pengadaan barang/jasa cepat, mudah, transparan dan tercatat secara elektronik.

Pertanyaannya. Apakah dengan transaksi yang end to end antara PPK/PP dengan penyedia pada e-katalog dapat disebut transparan ? Apakah tender pemilihan penyedia barang/jasa dengan metode Pascakualifikasi dan metode lainnya melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) tidak tercatat secara elektronik ?

Sejauh ini, pengalihan Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi dari Metode Pascakualifikasi ke e-katalog, belum dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian lainnya. Pemilihan penyedia jasa konstruksi di Kementerian PUPR masih dilakukan melalui metode Prakualifikasi dan Pascakualifikasi. Maka menjadi pertanyaan ada apa dengan Pemerintah Daerah ramai – ramai beralih ke e-katalog untuk pemilihan penyedia jasa konstruksi. Hasrat KKN mungkin sebagai jawabannya.

Share.

About Author

Leave A Reply