Polisi Dalam Berita “No Viral No Justice” Bagaimana Pak Kapolri

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnine.id, JAKARTA – Meskipun begitu banyak kasus yang menerpa institusi Polri, namun kepercayaan Presiden RI Joko Widodo terhadap Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol Listiyo Sigit Prabowo masih tetap kokoh, bahwa saat ini yang dapat dipercaya untuk menata/membenahi jajaran Kepolisian RI dari tinggkat bawah (Polsek) sampai tingkat tertinggi (Polda dan Mabes Polri) masih berada dipundaknya.

Hal itu dapat dilihat dari banyaknya perwira Polri yang diproses hukum baik itu melalui Proses hukum pelaksanaan putusan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian (dengan pemecatan) maupun proses hukum pidana (seumur hidup dan hukuman mati).

Tidak tanggung-tanggung bahwa yang dijatuhkan pidana seumur hidup dan pidana mati itu adalah jenderal bintang dua dan yang menjabat dalam jabatan bergengsi serta strategis di jajaran Kepolisian RI.

Namun tindakan penerapan hukum tegas itu belum menyentuh kepada keseluruhan kasus kasus hukum yang ditangani di kepalisian, masih bersifat kasuistis, yakni “no viral no justice”.

Hal ini terjadi terhadap kasus tersangka yang sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) (EMILYA SAID dan HERWANSYAH) sejak Mei 2021 oleh Subdit II Dittipidum Bareskrim Polri. “No Viral No Justice”

Sementara seorang anggota Polri atas nama AKBP Bambang Kayun Jabatan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Biro Bankum Devisi Hukum Polri pada Mabes Polri, yang diduga telah menerima suap puluhan miliar rupiah dan mobil mewah dari ke dua terDPO (EMILYA SAID dan HERWANSYAH) sudah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dijadikan tersangka sebaimana diatur dalam Pasal 12 (a) atau Pasal 12 (b) atau Pasal 11 dan 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi: “Menerima gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Timbul pertanyaan, mengapa KPK dan Polri tidak dapat melakukan penangkapan terhadap terDPO Emilya Said dan Herwansyah? Ada apanya?

Padahal, KPK menangkap AKBP Bambang Kayun dalam perkara dugaan korupsi suap dan gratifikasi terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (antara DPO Emilya Said dan Herwansyah melawan Dewi Ariati selaku ahli waris).

“Dari sejumlah pemberitaan media massa kita mendengar/membaca bahwa Tersangka AKBP Bambang Kayun sudah dilimpahkan dari Penyidikan ke Penuntutan, dan akan dilimpahkan ke Pengadilan TIPIKOR,” ujar Direktur Hubungan Antar Kelembagaan (Dirhubag) Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) kepada wartawan, Minggu, (14/5/2023).

Menurut Thomson bahwa lembaganya sudah mengirimkan surat konfirmasi kepada Kabareskrim Polri terkait belum dapat ditangkapnya terDPO Emilya Said dan Herwansyah. “Kita sudah konfirmasi ke Kabareskrim Polri dan surat sudah didisposisikan Birowasidik Bareskrim Polri terkait kendala apakah sehingga sampai saat ini kedua tersangka belum dapat ditangkap. Ini yang kita tunggu. Sementera sekarang ini menurut mereka (staf wassidik) penanganan pindah devisi karena ada pergeseran pejabat di Birowassidik. Iya, kita tunggu perkembangan,” ungkap Thomson.

Seperti diketahui terkait AKBP Bambang Kayun, menurut KPK, sebelumnya kasus ini bermula saat adanya laporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat hak ahli waris PT Aria Citra Mulia. Terlapor adalah Emilya Said dan Herwansyah. Bambang saat itu menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM pada Bagian Penerapan Hukum di Biro Bantuan Hukum Mabes Polri.

Emilya Said dan Herwansyah awalnya mau berkonsultasi dan bertemu di salah satu hotel di Jakarta pada Mei 2016. Di situ, Bambang mau membantu Emilya Said dan Herwansyah jika diberikan sejumlah uang dan barang.

Setelah disetujui, Bambang memberikan saran untuk mengajukan permohonan perlindungan hukum dan keadilan ke Mabes Polri. Surat itu sejatinya dikeluarkan jika ada penyimpangan dalam penanganan perkara.

Beberapa bulan setelahnya, Bareskrim menggelar rapat untuk menentukan perlindungan hukum untuk Emilya Said dan Herwansyah. Pembicaraan itu menyimpulkan adanya penyimpangan pada proses penyidikan. Emiyla Said dan Herwansyah malah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Kemudian, Bambang menyarankan Emilya Said dan Herwansyah untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia mendapatkan uang Rp5 miliar karena mengarahkan kedua orang itu.

Duit itu juga membuat Bambang rela membocorkan hasil rapat divisi hukum Bareskrim untuk dijadikan bahan praperadilan Emilya Said dan Herwansyah. Atas adanya bantuan kotor itu membuat hakim memenangkan gugatan yang diajukan Emilya Said dan Herwansyah.

Kemenangan itu membuat Bambang dihadiahkan satu mobil mewah yang jenisnya dipilih sendiri pada Desember 2016. Namun, Emilya Said dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka lagi oleh Bareskrim dalam kasus yang sama pada April 2021. Penetapan itu membuat Bambang bekerja lagi untuk Emilya Said dan Herwansyah. Pengawalan kotor itu dibayar dengan uang Rp1 miliar.

Lebih jauh, dari hasil pemeriksaan tim penyidik KPK, AKBP Bambang Kayun diduga menerima aliran dana hingga total mencapaiRp 56 miliar dari sejumlah pihak sebagai bentuk gratifikasi.

Menjadi pertanyaan! Mengapa AKBP Bambang Kayun jadi tersangka sementara penyuapnya (Emilya Said dan Herwansyah) belum tertangkap? (Tom)

Share.

About Author

Leave A Reply