Permintaan APD Tenaga Medis Dilecehkan, Wakil Bupati Sesalkan Sikap Direktur RSUD Sidikalang

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnline.id, JAKARTA –  Upaya memutus mata rantai penyebaran virus Corona (COVID-19) di hampir 210 negara terus dilakukan termasuk Indonesia. Namun di tengah situasi yang mengguncang dunia ini, muncul isu tak sedap di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara yakni sejumlah dokter dan para tenaga medis mendapat perlakuan dan kata-kata yang tidak pantas dari Plt Direktur RSUD Sidikalang. 

Akibatnya, sejumlah dokter mengecam reaksi Plt Direktur RSUD Sidikalang, Surung Charles Lamhot Bantjin, yang diduga telah melontarkan kata-kata yang kurang pantas dan bahkan cenderung menghina dalam menyikapi permintaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para tenaga medis yang bertugas di Unit Gawat Darurat (UGD).

Bermula pada tanggal 6 April 2020, dr Erna Marpaung beserta beberapa dokter lain dan paramedis UGD mengajukan permintaan APD kepada Plt Direktur RSUD Sidikalang, Surung Charles Lamhot Bantjin.

Namun, alih-alih mendapatkan APD, mereka malah harus menerima muntahan kata-kata kurang pantas dari Surung. Antara lain, “Mati saja dokter, kalau tidak terima dengan keadaan Rumah Sakit pergi saja dari Rumah Sakit”.

Menurut dr. Erna Marpaung, proses permohonan APD yang disampaikannya pada tanggal 6 April 2020 kepada Plt Direktur RSUD Sidikalang, Surung Charles Lamhot Bantjin, bukanlah permintaan yang mendadak dan mengada-ada, apalagi untuk sekadar mengumbar egoisme untuk menyelamatkan diri sendiri.

“Di dalam rapat bersama, 6 April 2020 saya hanya mengajukan APD lengkap dan sesuai standart namun disebut ngotot padahal permintaan itu sudah saya sampaikan sejak tanggal 17 Maret 2020. Dan, permintaan itu disampaikan atas pertimbangan medis, setelah melihat para petugas mengenakan APD ala kadarnya akibat berbagai keterbatasan. Ini bukan karena egoisme untuk menyelamatkan diri sendiri, melainkan justru kesadaran untuk melindungi lingkungan di sekitar kami. Sebagai barisan terdepan dalam menangani ancaman COVID-19, para tenaga medis ini sangat berpotensi menjadi penyebar virus tersebut bila tidak melaksanakan tugasnya sesuai protokol yang ditetapkan WHO (Badan Kesehatan Dunia), termasuk di dalamnya perlengkapan yang dikenakan saat bertugas,” ujar Erna kepada RadarOnline.id melalui sambungan telepon, Kamis (16/4).

Kemudian dalam rapat,  Erna menambahkan muncul kalimat dari Plt. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang yang berbicara tentang keyakinan dan kepercayaan untuk masuk surga berdasarkan kekristenan dan jangan membuat kericuhan ditengah penanganan COVID-19 terkait dengan keterbatasan APD serta muncul kalimat-kalimat yang tidak pantas, “Kami menanggapi secara positif dan tidak membuat kericuhan melainkan hanya sebatas memohonkan APD yang lengkap dan sesuai standart,” tambah Erna.

Erna mengatakan, kalau bukan untuk menjalakan tugas yang menyangkut kepentingan umum dan misi menyelamatkan orang banyak di tengah bahaya COVID-19 ini, mungkin tepatlah kami disebut ngotot dan egois. “Ini kan situasinya berbeda dan sudah suatu keharusan. Kami pun paham dan mengerti proses tahapan terkait APD. Bila tidak dilakukan dengan segera justru citra nama baik RSUD Sidikalang dan Pemkab Dairi akan tercoreng. Kami sangat menjaga itu dengan langkah dan upaya yang kami lakukan,” ujar Erna.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Dairi, lanjut Erna, telah menunjuk RSUD Sidikalang sebagai rumah sakit rujukan. Maka idealnya, RSUD Sidikalang sendiri haruslah lebih dulu menjalankan semua protokol untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 tersebut.

Untuk permintaan fasilitas rapid test, Erna mengatakan bukan karena dia merasa “sok pintar dan hebat” melainkan murni atas pertimbangan medis karena rapid test itu merupakan langkah awal untuk menentukan penanganan dan penempatan seseorang (pasien) dalam konteks COVID-19 supaya tidak tergabung dengan pasien lain. 

“Kami pun tidak menggunakannya secara sembarangan, melainkan berdasarkan pertimbangan terhadap gejala dan riwayat pasien. Lagipula, barangnya kan ada. Kenapa harus susah?” kata Erna.

Berujung Dimutasikan

Peristiwa itu berlanjut dengan pemutasian dr. Erna Marpaung ke Puskesmas Kecamatan Sumbul, yang SK-nya dia terima pada tanggal 10 April 2020. Uniknya, pada SK tersebut tercantum tanggal penetapannya 30 Maret 2020, dan di poin ketiga keputusannya ditegaskan bahwa “Keputusan Bupati ini berlaku sejak tanggal ditetapkan”.

Padahal, Erna Marpaung sendiri, setidaknya pada tanggal 31 Maret 2020 hingga menerima SK, 10 April 2020, masih terus menjalankan semua fungsi dan kewenangannya di RSUD Sidikalang. Ia masih menandatangani beberapa dokumen penting, seperti rekam medik pasien, surat keterangan kematian pasien, dan lain-lain.

Terkait pemutasiannya, ia mengaku siap mengabdi di mana pun ditempatkan. Karena, pengabdian terbesarnya sebagai tenaga medis adalah pada profesi dan nilai-nilai kemanusiaan. Namun, ia juga mengaku tidak mau terjebak pada cacat-cacat administratif yang berpotensi menjadi pelanggaran hukum di kemudian hari nanti.

“Saya menerima SK pemutasian itu pada tanggal 10 April 2020. Setelah dibaca, ternyata tanggal penetapannya adalah 30 Maret 2020. Padahal, di tanggal 31 Maret hingga 10 April saja, banyak dokumen penting yang masih saya tandatangani sesuai fungsi dan kewenangan saya di RSUD Sidikalang,” katanya.

Secara administratif, kenyataan itu membuat Erna risau dan menimbulkan banyak pertanyaan dalam benaknya. SK tersebut membuat semua dokumen yang ditandatanganinya setelah 30 Maret 2020 mengandung cacat hukum, yang memungkinkan melahirkan persoalan di kemudian hari. 

Kejanggalan administratif itu pun melahirkan berbagai spekulasi di benak Erna dan pihaknya kemungkinan akan melakukan upaya/langkah hukum atas ketidakadilan yang diterimanya, “Menyikapi hal ini ada memang mengarah kesana dan tentunya dirembukkan bersama di internal keluarga,” kata Erna.

Erna tidak habis pikir dan sejumlah pertanyaan terus berkecamuk dalam pikirannya namun dirinya tetap berusaha menyikapinya secara positif thinking,  “Apa yang sesungguhnya sedang terjadi di balik ini semua? Sudah sebegitu lalainyakah tertib administrasi di Pemerintah Kabupaten Dairi?” cetusnya setengah bertanya.

Surat Pernyataan Dokter

Dalam sebuah surat pernyataan yang ditandatangani sejumlah dokter pada tanggal 7 April 2020, mereka menilai sikap dan pernyataan Surung tadi sebagai bentuk pembiaran dan penghinaan terhadap profesi tenaga medis yang tengah berjuang mempertaruhkan nyawa menangani situasi pandemi COVID-19.

Wakil Bupati Dairi, Jimmy Andrea Lukita Sihombing sangat menyayangkan dan menyampaikan penyesalannya terhadap sikap yang diperlihatkan Surung. “Kalau memang benar terjadi seperti yang tertulis di surat pernyataan tersebut, saya sebagai Wakil Bupati sangat menyayangkan sikap yang dilakukan oleh Plt RSUD Dairi, Surung Charles Lamhot Bantjin, ST., M. AP. Tapi, untuk memastikan surat pernyataan yang beredar itu benar atau tidak, maka kita harus mengkonfrontir kedua belah pihak agar bisa menemukan fakta-fakta yang benar dan absolut,” kata Jimmy, melalui pesan WhatsApp-nya kepada RadarOnline.id, Kamis (16/4).

Menurutnya, harus dilakukan langkah mempertemukan kedua belah pihak, demi mendapatkan fakta-fakta yang berimbang dan benar. “Kedua belah pihak akan dipertemukan, dimintai keterangan. Juga, apabila ada saksi yang bisa dimintai keterangannya, maka akan dipanggil. Sehingga, dari situ nanti kita akan mendapatkan fakta-fakta yang berimbang dan benar,” katanya.

Jimmy pun menyampaikan tanggapannya terkait pemindahan Erna Manurung ke Puskesmas Sumbul, yang SK-nya ditandatangani langsung Bupati Eddy Keleng Ate Berutu. “Saya kurang begitu tahu, apa pertimbangan BKSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Dairi) melakukan perpindahan tenaga medis di saat pandemik COVID-19.

Namun, untuk mutasi ini, kita hargai saja kewenangan delegatif pimpinan tertinggi kita di Kabupaten Dairi, dan semoga saja mutasi yang dilakukan juga sudah mempertimbangkan sisi kemanusiaannya,” kata Jimmy.

Sementara Bupati Eddy Keleng Ate Berutu saat ditanyakan melaui pesan Whathsapp-nya mengatakan telah meneruskannya ke Bagian Humas (Kominfo) Pemkab. “Saya sudah meneruskan pertanyaan anda ke Bagian Humas (Kominfo) Pemkab. Segera mereka akan menghubungi utk memberikan jawaban. Terima kasih,” ujar Eddy saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (16/4).

Klarifikasi Pemkab Dairi

Menanggapi berkembangnya informasi yang tersiar di publik dan pemberitaan beberapa media online yang berasumsi adanya ‘pelecehan’ dan ‘penghinaan’ kepada petugas medis di RSUD Sidikalang, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Dairi, Rahmat Syah dalam siaran persnya menyampaikan bahwa informasi itu tidak benar dan tidak terkonfirmasi. 

Hal ini disampaikan agar tidak menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat dan menjaga kenyamanan para petugas medis khususnya di Kabupaten Dairi yang saat ini terus bekerja mengemban tugas pelayanan kesehatan dan kemanusiaan di tengah penanganan COVID-19.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Dairi, Rahmat Syah Munthe dalam siaran Pers (Pers Relas), Jumat (17 April 2020), menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengkonfirmasi langsung terkait isu yang beredar di masyarakat perihal di atas bahwa salah satu petugas yang melihat dan menyaksikan serta mengalami langsung kejadian itu, yakni pernyataan dari pihak management RSUD Sidikalang, Kepala Tata Usaha RSUD Sidikalang, Luber Sianturi menyampaikan tidak ada bentuk pelecehan atupun penghinaan sebagaimana yang diasumsikan oleh publik.

Dari kronologi peristiwa yang didapat berdasarkan keterangan dan pernyataan dari Luber Sianturi, Rahmat Syah Munthe menerangkan peristiwa sebenarnya bermula saat beberapa dokter dan perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sidikalang datang menjumpai Kepala Bagian Tata Usaha RSUD Sidikalang pada tanggal 6 April 2020 terkait permintaan kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD).

Kemudian, Plt. Direktur RSUD Sidikalang berinisiatif datang untuk menjumpai para dokter dan perawat di IGD RSUD Sidikalang. Hingga saat itu disepakatilah dilaksanakan rapat bersama. 

Pada saat rapat itulah dr. Erna Marpaung mendesak dan meminta APD harus lengkap dan sesuai standart. Oleh, Plt. Direktur RSUD langsung memberikan jawaban bahwa kebutuhan APD kepada para dokter/ paramedis akan dilengkapi dan pihak management berusaha meminta APD dari Gugus Tugas Kabupaten dan dari seluruh lembaga-lembaga yang bersedia membantu. Karena kondisi saat itu permasalahan APD di Dairi sangat terbatas dan hampir dialami oleh setiap daerah secara nasional.

Namun, di dalam rapat itu dr. Erna Marpaung tetap ngotot meminta dan mendesak agar APD harus dilengkapi dan seluruh staff IGD harus menjalani rapit test COVID-19. Yang kemudian muncul jawaban dari Plt. Direktur RSUD yang berbicara tentang keyakinan dan kepercayaan untuk masuk surga berdasarkan kekristenan dan jangan membuat kericuhan ditengah penanganan COVID-19 terkait dengan keterbatasan APD. 

“Sehingga tidak benar ada pelecehan dan penghinaan kepada petugas medis di RSUD Sidikalang karena pada saat terjadi rapat, Plt. Direktur RSUD pada saat itu hanya bertanya kepada seorang petugas medis, apakah petugas itu yakin masuk ke surga dan petugas medis tersebut mengatakan pasti masuk surga, dan Plt Direktur RSUD mengatakan kembali bahwa secara keimanan kekristenan seseorang menuju surga harus melalui kematian sebagai pintu dan jalan menuju surga,” ujar Rahmat Syah menirukan pernyataan Luber Sianturi.

Rahmat Syah melanjutkan, berdasarkan penjelasan terkait kronologi kejadian yang diterima dari Kepala Tata Usaha RSUD Sidikalang itu, saat adanya desakan dari petugas medis di RSUD Sidikalang itu pula agar Plt. Direktur RSUD Sidikalang segera menyiapkan atau mendistribusikan Alat Pelindung Diri (APD) di IGD, hal ini juga sudah dilakukan dengan menyediakan kebutuhan APD melalui Kepala Ruangan sepanjang ada usul permintaan walaupun tidak seluruhnya dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dan protocol COVID-19. 

Dimana dalam protokol COVID-19 sudah diatur standar penggunaan APD oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, yang menjadi pedoman penggunaan APD berdasarkan pada tiga tingkat perlindungan, berdasarkan Surat Rekomendasi yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.

“Mengingat ketersediaan APD yang terbatas sesuai dengan protokol COVID-19 dan mengacu pada rekomendasi standar penggunaan APD oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang sudah mengkategorikan APD berdasarkan pada tiga tingkat perlindungan, agar efisien penggunaannya, dilaksanakan secara prosedur pendistribusian APD di RSUD dengan permohonan APD yang dilaksanakan melalui Kepala Ruangan secara tertulis dengan memberikan daftar kebutuhan APD kepada management RSUD Sidikalang, bukan secara pribadi dokter yang meminta APD, karena para Kepala Ruanganlah yang memfasilitasi kebutuhan petugas medis sesuai kategori dan tingkat perlindungan masing-masing,” jelas Rahmat.

Dan dari pernyataan Kepala Tata Usaha RSUD Sidikalang juga, didapat bawah pihak management RSUD Sidikalang tidak pernah tidak mendistribusikan APD sepanjang ketersediaan APD di RSUD Sidikalang ada dan berdasarkan kebutuhan dan peruntukan APD tiap ruangan.

Mutasi Dokter Telah Sesuai Ketentuan

Rahmat Syah juga menyampaikan terkait mutasi yang dilakukan oleh pihak Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Dairi berdasarkan Keputusan Bupati Dairi Nomor 210/821/III/2020 tanggal 30 Maret 2020 Tentang Pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional Dokter yang ditetapkan di Sidikalang pada tanggal 30 Maret 2020 adalah sebuah keputusan yang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Bahwa dokter dapat dimutasi dari RSUD Sidikalang ke Puskesmas dengan alasan bahwa Puskesmas adalah unit pelayanan  sarana kesehatan, dan selanjutnya dr. Erna Marpaung yang dimutasi ke Unit Pelayanan Teknis (UPT) Puskesmas Sumbul adalah untuk mengisi tenaga dokter yang kurang dimana UPT Puskesmas Sumbul adalah Puskesmas rawat inap dan dibutuhkan tenaga dokter sebanyak tiga orang sedangkan saat ini yang tersedia masih dua orang.
Maka mutasi dr. Erna Marpaung dari RSUD Sidikalang ke UPT Puskesmas Sumbul sesuai kebutuhan organisasi dan telah sesuai dengan ketentuan,” jelas Rahmat.

Konflik Anggaran?

Sementara itu, dihubungi terpisah, aktivis yang menjabat sebagai Sekjen LSM Peduli Dairi, Ungkap Marpaung, menilai, sikap Plt Direktur RSUD Sidikalang, Surung Charles Lamhot Bantjin, menunjukkan ketidakpahamannya soal dunia medis.
“Saya heran, kenapa orang yang tidak paham soal medis bisa ditunjuk sebagai Plt Direktur RSUD Sidikalang. Kalau dia mengerti soal penanganan medis di tengah wabah, dia pasti tidak akan bersikap seperti begitu,” kata Ungkap kepada RadarOnline.id, Kamis (16/4).

Ditanya apakah itu karena adanya masalah penganggaran, Ungkap menyampaikan ketidaksepakatannya. Ia menyinggung instruksi pemerintah pusat soal refocusing dan realokasi APBD dalam penanganan COVID-19. “Selama berkaitan dengan kepentingan penanganan COVID-19, tidak ada alasan untuk menyatakan kendala anggaran. Itu sudah menjadi kebijakan nasional yang wajib diikuti oleh seluruh Pemerintah Daerah. Entahlah kalau di Dairi ini ada semacam konflik anggaran,” katanya.

Diketahui, menindaklanjuti Surat Menkeu RI Nomor S-247/MK.07/2020 tanggal 27 Maret 2020, Pemkab Dairi melalui Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) langsung melakukan Penghentian Proses Pengadaan Barang/Jasa DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik Tahun Anggaran 2020.

Hal itu dilakukan guna percepatan penanganan COVID-19 di Kabupaten Dairi. Dari jumlah total alokasi DAK Fisik Kabupaten Dairi TA 2020 sebesar Rp 112,6 miliar, ada sekitar Rp 70,7 miliar yang dihentikan pengadaannya. “Langkah itu dilakukan guna percepatan penanganan COVID-19 di lingkungan Kabupaten Dairi, sebagaimana diamanatkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa, juga Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan COVID-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah,” kata Ungkap.

Jadi, menurutnya, sebagai rumah sakit rujukan yang ditunjuk resmi oleh Gugus Tugas COVID-19 Kabupaten Dairi, sangat tidak masuk akal kalau RSUD Sidikalang sampai harus menyatakan tidak punya anggaran untuk pengadaan APD bagi tenaga medis.

“Peristiwa di RSUD Sidikalang itu tidak boleh dibiarkan. Bukan mustahil, itu hanyalah puncak dari gunung es persoalan yang ada di sana. Semua pihak terkait harus mengusutnya sampai ke akar. Saya curiga, ada masalah besar, atau setidaknya permainan tertentu, di balik peristiwa itu,” pungkasnya.

MARKUS

Share.

About Author

Leave A Reply